SEKILAS INFO
  • 2 tahun yang lalu / al-muhafadzah ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah
WAKTU :

Manakib Mama Eyang Bantarpayung

Terbit 29 Juli 2018 | Oleh : Nurul Ihsan | Kategori : Sejarah
Manakib Mama Eyang Bantarpayung

EYANG, DIGENDONG (AKOD) DARI MADURA KE BANTARPAYUNG. BENARKAH?

Latar Belakang
Sebagaimana yg diceritakan oleh KH. Ali Subhan dalam ta’aruf di Karangdan kemarin, bahwa Eyang
Wali Bantarpayung adalah satu dari tiga santri Tasikmalaya (Bandung) yg bakal menjadi Ulama Besar dg spesialis keilmuan (tabakhkhur) dalam disiplin Ilmu Tauhid. Dua Lainnya adalah Abah Sepuh Suryalaya dg Tarekatnya dan Mama Kudang Gede dg ilmu Fikih & Tafsirnya. Ini adalah ungkapan gurunya, Wali Agung Madura.

Pada ketika itu, seorang Bupati dari Madura/Jatim, melihat kelebihan2 yg dimiliki Eyang. Sehingga sangat berhasrat untuk menjadikannya sebagai menantu. Dan harapan ini direspon oleh Eyang.

Do’a sang Ibu (Eněh Hajjah Qobdiyyah)
Eněh sangat kaget pada saat Eyang hendak dijadikan menantu oleh seorang Bupati. Terlebih saat mengetahui Eyang meresponnya. Mengingat Eněh punya sebab dan tujuan tersendiri untuk sang Anak mas ini.

Oleh sebab itu, Eněh senantiasa bermunajat ke Robbul ‘Izzat agar diturunkan sebab yg akan menghalangi pernikahan tersebut. Allah mengkabulkan doa tersebut dg turunnya penyakit pada kaki Eyang sehingga tidak bisa berjalan (lumpuh).

Sang Paman Menjemput dan menggendong
Adalah Ama Syaebi, adik dari Ama Muklar (Ayah eyang) diperintahkan untuk menjemput pulang Eyang dari Madura yg tengah sakit itu.

Tidak diceritakan darimana orang tua Eyang mendapatkan kabar tentang sakitnya Eyang. Selain suatu dugaan tentang kemampuan _mukasyafah-_nya.

Maka, Ama Syaebi menjemput pulang Eyang dg cara digandong (diakod). Maksudnya diakod pada saat tidak naik kendaraan dalam jarak tertentu yg tentunya tidak dekat.

Kereta Api Tidak Bisa Jalan
Pada saat perjalanan antara Jawa – Tasik, Ama Syaebi mengikuti jalur Rel Kereta Api. Di suatu Station, sebuah kereta berangkat. Ama Syaebi & Eyang hanya memandangnya. Kereta tidak bisa berjalan. Para mekanik KA tidak habis pikir sebab tidak ditemukan penyebabnya. Hingga seorang kakek berkata kepada petugas, “Pa, KA ini tidak akan pernah bisa jalan, kecuali Bapak bawa serta dua orang itu (sambil menunjuk Ama & Eyang).”

Mungkin saja petugas itu tidak yakin, tapi dicobanya Eyang & Ama diajak. Apa yg terjadi? Subhanalloh… Kereta itu bisa jalan kembali. Satu dari sekian karomah seorang waliyulloh.

Sejarah ini terjadi sekitar tahun 1875/6 (Ijtihadi). Wallohu a’lam.

Sanad Perowi
Tidak syah menceritakan sebuah sejarah tanpa membicarakan para perowinya. Sehingga benar tidaknya suatu riwayat bergantung pada para Rijalul Hadits di dalamnya.
Riwayat tersebut saya simpulkan dari beberapa periwayat yg sampai ke saya. Yaitu:

  1. Ayah saya yg menerimanya dari Ibunya. Dan kemudian saya pun mendengar langsung darinya. Selain itu, ayah menerimanya juga dari Aki Ajengan Muhammad Yunus bin ama Prabu.
  2. Abah Haji dimyat (Suami Nenek yg tetakhir). Beliau salahsatu tukang pijit Eyang. Wafat tahun 1996.
  3. Bapak Enjon. Sebagai tukang pijit Eyang yg lainnya.
  4. Setelah itu, saya pun sering mendengar kisah ini dari sepuh2 Bantarpayung, daintaranya KH. Sulthon.

Semoga bermanfaat. Dan menjadi berkah. Amin.

Wassalam.
Acep A. Rijalulloh (Penggiat Sejarah).

SebelumnyaBersama, Membangun Pondok Pesantren Nurul Ihsan Bantarpayung Lebak SesudahnyaPencak Silat Gembang Sekar Pusaka Bantarpayung

Berita Lainnya

0 Komentar

Pondok Pesantren Nurul Ihsan